RUU Penanaman Modal Membuat Ekonomi Indonesia Makin Parah

13 03 2007

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menolak Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal (RUU PM) yang akan segera disyahkan oleh DPR di Senayan. Kalangan LSM tersebut, antara lain, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Sekretariat Bina Desa, Koalisi Anti Utang (KAU), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), DebtWatch, INFID, Kelompok Perempuan untuk Keadilan Buruh (KPKB), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Aliansi Buruh
menggugat (ABM), KPA dan Lapera.

Mereka menduga RUU ini akan memperparah dan menambah panjang daftar pelanggaran hak ekonomi, social dan budaya yang dilakukan oleh negara maupun korporasi ke depan. Kusfiardi dari KAU menilai, RUU PM memberikan peluang industri manufaktur memindahkan modalnya ke luar negeri kapan pun. Industri tersebut di antaranya pabrik garmen, sepatu, mainan anak, tekstil dan industri lain yang bersifat padat karya dengan jumlah buruh perempuan hingga 90%. “Akibatnya jaminan atas pekerjaan bagi buruh perempuan akan semakin melemah, ” ujar dia.

Selain itu, lanjutnya, petani juga akan menjadi kelompok yang sangat dirugikan oleh RUU ini. Pasalnya RUU ini akan memberikan Hak Guna Usaha (HGU) selama 95 tahun dan Hak Guna Bangunan (HGB) sepanjang 80 tahun, hak pakai selama 70 tahun. Selain bertentangan dengan UU Pokok Agraria tahun 1960, RUU ini lebih buruk dibanding peraturan pada masa kolonial Belanda yang hanya membolehkan pemakaian tanah semacam HGU selama 75 tahun. (dina)

http://www.eramuslim.com, 13 Maret 2007





Penolakan RUU investasi marak

13 03 2007

JAKARTA: Aksi dari lembaga sosial masyarakat dalam menentang pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanaman Modal berlanjut. Kali ini Koalisi Anti Utang melakukan aksinya di depan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). “Rencana pengesahan RUU Penanaman Modal pada tanggal 13 Maret 2007 oleh DPR bertentangan dengan komitmen pemerintah yang ingin membangun perekonomian bangsa secara mandiri,” kata Program Officer KAU Dani Setiawan, kemarin.

Menurut dia, kerugian yang akan diterima Indonesia akibat RUU tersebut adalah berbagai kemewahan yang disediakan pemerintah terhadap investor asing. Kemewahan itu di antaranya adalah kemudahan berbagai bentuk pajak, pembebasan lahan, dan bebas nasionalisasi.

Sementara itu, lanjutnya, biaya eksternal penanaman modal selama ini menghasilkan sejumlah konflik antara lain perebutan lahan, perusakan lingkungan, dan pemiskinan terhadap masyarakat di sekitar daerah investasi. “RUU itu juga membuat tidak adanya perbedaan perlakuan antara investasi asing dan domestik, yang mengindikasikan bahwa terdapat tekanan dari lembaga kreditor internasional dan sejumlah negara,” katanya.

Aksi lainnya dilakukan di Sukoharjo, Jawa Tengah. Aliansi Masyarakat untuk Kesejahteraan Rakyat (Amuk Rakyat) yang merupakan gabungan dari sejumlah elemen organisasi a.l., BEM UNS, PMII Sukoharjo, BEM UMS, LPH Yaphi, Forkom PKM, serta HMI Sukoharjo, kemarin, mendatangi DPRD Sukoharjo. Menurut mereka, RUU Penanaman Modal merupakan satu dari sekian banyak bukti dari kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat karena RUU tersebut berpihak kepada kaum pemodal.

Menurut mereka, ada sejumlah pasal dalam RUU Penanaman Modal tersebut yang isinya jauh dari cita-cita untuk menyejahterakan rakyat, antara lain pada pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa ada kemungkinan bagi pemodal asing bebas beroperasi di Indonesia tanpa bekerja sama dengan pemodal dalam negeri. Kemudian pasal 20 ayat (1) menyebutkan hak guna usaha (HGU) diberikan selama 95 tahun, hak guna bangunan (HGB) selama 80 tahun, dan hak pakai selama 70 tahun.(antara)

Bisnis Indonesia, 13 Maret 2007