JAKARTA: Koalisi Anti Utang mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk tidak menyetujui penambahan utang yang diajukan pemerintah dalam APBN-P 2007 dan lebih memprioritaskan penghapusan komitmen utang yang belum dicairkan.
Koordinator Pusat Koalisi Anti Utang Kusfiardi meminta DPR segera mengaudit utang lama yang masuk dalam utang haram (odious debt) sehingga dapat digunakan untuk mendapat penghapusan utang.
“Hal ini seyogianya perlu dilakukan karena beban pembayaran utang luar negeri selama ini telah menggadaikan kesejahteraan rakyat,” katanya dalam siaran pers yang diterima Bisnis kemarin.
Dia beranggapan penambahan utang sebesar Rp2,8 triliun dalam APBN-P 2007 dan program privatisasi BUMN untuk menutup defisit anggaran selaras dengan Washington Consensus yang dipakai oleh kreditor internasional.
“Pinjaman program yang awalnya direncanakan Rp16,3 triliun pada APBN 2007, membengkak menjadi Rp19,1 triliun, yang akan didapat dari ADB dan Bank Dunia,” tuturnya di Jakarta kemarin. Menurut dia, dari total komitmen utang luar negeri pemerintah sebesar US$365 miliar, yang dapat dicairkan sampai akhir Juni 2005 hanya US$162 miliar. Kondisi tersebut menambah beban pemerintah dengan pembayaran commitment fee sebesar US$24 miliar hingga 2005.
Belum Cair
“[Pembayaran] Ini tetap harus dilakukan meskipun total komitmen utang itu sebagian besar belum dicairkan. Penambahan uang baru ini jelas bukan solusi tepat.”
Sebaliknya, alokasi untuk membayar commitment fee dapat digunakan untuk menutup defisit APBN-P 2007. Kusfiardi menyatakan penambahan utang baru berupa utang program juga membuat pemerintah tidak mampu merumuskan kebijakan secara independen dan pro rakyat, karena acuan kebijakan telah dirumuskan oleh kreditor. “Utang program baik berupa multilateral maupun bilateral selalu disertai policy matrix yang mesti dipenuhi pemerintah untuk mencairkan utang,” katanya.
Selain itu, utang dari lembaga multilateral memiliki persyaratan untuk disbursment seperti no objection letter (NOL) yang ditentukan berdasarkan kepentingan kreditor. Hal ini, menunjukkan bahwa dalam transaksi utang luar negeri, pemerintah hanya sebagai bawahan kreditor internasional.
Dia menambahkan pengelolaan utang oleh pemerintah saat ini jauh dari harapan dan hal ini terlihat dari ketidakmampuan pemerintah dalam menurunkan outstanding utang luar negeri. Jumlah outstanding utang luar negeri terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Pada 2004 sebesar US$5,23 miliar, sedangkan pada 2006 meningkat menjadi US$13,87 miliar. Dengan kondisi demikian, katanya, maka setiap tahun bunga utang akan akan terus meningkat.
Oleh: Diena Lestari
Bisnis Indonesia, 3 Agustus 2007
Komentar