Bappenas: Perlu forum kreditor baru

31 01 2007

JAKARTA: Bappenas menilai perlu membentuk forum baru untuk mendapatkan pinjaman, setidaknya bagi tiga kreditor terbesar Indonesia, yaitu Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Bank Dunia.

Menneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan forum tersebut dibutuhkan karena masing-masing kreditor itu mengaku sulit mele-paskan diri dari persyaratan alokasi pinjaman yang sebelumnya telah ditetapkan mengikat antarkreditor. “Sepertinya Jepang akan sulit melepaskan diri dari term-nya Bank Dunia. Mereka minta ada forum setidaknya yang bertiga itu,” ujarnya, kemarin.

Untuk merealisasikan hal ini, pihaknya masih merumuskan kebijakan yang dinilai paling efektif. Sejauh ini, pemerintah akan memanfaatkan fasilitas kerja sama bilateral. Dia mengemukakan kerja sama bilateral memudahkan Indonesia melakukan negosiasi dengan kreditor. Dengan negosiasi bilateral, pemerintah dapat meminta pembebasan biaya utang yang tidak diserap (commitment fee). Hal ini lebih mudah, karena masing-masing kreditor memiliki persyaratan berbeda.

Melalui Consultative Group for Indonesia (CGI), jelasnya, biasanya kreditor lebih kuat karena sering kali menerapkan persyaratan yang hampir sama. Terkait hal itu, jelasnya, saat ini pemerintah sedang membahas bentuk kerja sama bilateral yang akan dilakukan dengan sejumlah kreditor. Kebijakan ini akan melibatkan duta-duta besar negara sahabat, mengingat dilakukan antarnegara. Namun, yang pasti pengajuan pinjaman dan penyerapannya tetap mengacu kepada PP No 2/2006 tentang Tata Cara Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri.

Mengenai keraguan dari sejumlah ekonom tentang transparansi pinjaman melalui bilateral, Paskah mengatakan akan tetap dilakukan terbuka dengan mekanisme sebelumnya. Usulan pinjaman kementerian dan lembaga pemerintah, serta pemerintah daerah, diverifikasi, kemudian dimasukkan ke daftar pinjaman proyek yang akan ditawarkan kepada kreditor (blue book). US$40 miliar Saat ini pihaknya sedang melakukan verifikasi terhadap usulan pinjaman kementerian dan lembaga negara, serta pemerintah daerah sebesar US$40 miliar untuk pinjaman pada 2006-2009. Pinjaman itu akan ditekankan untuk mengoptimalkan nilai rupiah, dan akan diutamakan berasal dari pendanaan dalam negeri.

Dari jumlah itu, tambahnya, usulan terbesar berasal dari proyek infrastruktur. Paskah mengemukakan dari sejumlah usulan tersebut, diperkirakan hanya akan disetujui sekitar 50%-nya. Langkah ini, dilakukan terkait dengan rencana pemerintah mengurangi rasio utang terhadap produk domestic bruto (PDB). Untuk pinjaman luar negeri, jelasnya, pemerintah akan tetap memprioritaskan pinjaman jangka panjang dan suku bunga rendah (pinjaman lunak), dan pinjaman nonkomersial.

Paskah menambahkan salah satu kemajuan kerja sama bilateral adalah banyaknya usulan debt swap (konversi utang) yang disetujui kreditor. Saat ini, debt swap yang sudah disetujui berasal dari Jerman dan Italia.

Bisnis Indonesia, 31 Januari 2007






RI Tetap Utang USD 40 Miliar

31 01 2007

Setelah CGI Bubar, Dilakukan Bilateral
JAKARTA – Pembubaran Consultative Group on Indonesia (CGI) tak memengaruhi perencanaan utang baru. Pemerintah memastikan rencana utang USD 40 miliar selama 2006-2009 tetap dinegosiasikan dengan kreditor secara bilateral.

Namun, pemerintah memprioritaskan utang lunak. “Tetap ada rencana utang-utang baru yang sekarang dilakukan exercise di Bappenas antara 2006 sampai 2009. Itu sudah kita proyeksikan jumlahnya dari yang diajukan kementerian/lembaga,” kata Men PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta di Kantor Depkeu kemarin. Dia mengatakan pemerintah masih membutuhkan pembiayaan dari utang luar negeri. “Masih ada pembiayaan luar negeri yang kita perlukan. Sebab, tidak hanya dalam bentuk pinjaman, tapi juga hibah,” ujarnya.
Pemerintah tetap berpegangan pada PP No 2/2006 yang mengatur tata cara pembiayaan dari pinjaman dan hibah luar negeri.

“Itu melalui mekanisme blue book (perencanaan),” tambah mantan ketua Komisi XI DPR tersebut. Namun, diakuinya, untuk kebutuhan tertentu harus mulai memprioritaskan pembiayaan dari dalam negeri. Caranya, melalui optimalisasi dan efisiensi APBN maupun menggunakan dana-dana rupiah di perbankan nasional.

Beberapa pengadaan barang yang selama ini menggunakan utang luar negeri juga harus menggunakan dana domestik. Seperti peralatan alutsista (alat utama sistem persenjataan) akan dioptimalkan dari PT DI, PT PAL, PT Pindad, dan PT Krakatau Steel. “Itu akan kita optimalkan,” katanya. Untuk mewujudkan hal tersebut harus ada dukungan dari perbankan dalam negeri.

Saat ini sudah ada sejumlah bank yang berminat. Kata Paskah, perbankan juga mau melirik beberapa proyek infrastruktur. Seperti pembangunan airport dan pelabuhan. “Dalam waktu dekat, Bappenas akan melakukan pembicaraan dengan bank lokal,” kata dia. Posisi utang Indonesia saat ini mencapai USD 61,3 miliar. Sekitar USD 10 miliar di antaranya merupakan utang on going atau yang proyeknya sedang berjalan. (sof)
Jawapos, 31 Januari 2007